Sabtu, Mei 18, 2013

Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, "margin requirement", kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.

Tujuan Kebijakan Moneter
·         Mengedarkan mata uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange) dalam perekonomian.
·         Mempertahankan keseimbangan antara kebutuhan likuiditas perekonomian dan stabilitas tingkat harga.
·         Distribusi likuiditas yang optimal dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi yang diinginkan pada berbagai sektor ekonomi.
·         Membantu pemerintah melaksanakan kewajibannya yang tidak dapat terealisasi melalui sumber penerimaan yang normal.
·         Menjaga kestabilan Ekonomi
Artinya pertumbuhan arus barang dan jasa seimbang dengan pertumbuhan arus barang dan jasa yang tersedia.
·         Menjaga kestabilan Harga
Harga suatu barang merupakan hasil interaksi antara jumlah uang yang beredar dengan jumlah uang yang tersedia di pasar.
·         Meningkatkan kesempatan kerja
Pada saat perekonomian stabil pengusaha akan mengadakan investasi untuk menambah jumlah barang dan jasa sehingga adanya investasi akan membuka lapangan kerja baru sehingga memperluas kesempatan kerja masyarakat.
·         Memperbaiki neraca Perdagangan Kerja Masyarakat
Dengan jalan meningkatkan ekspor dan mengurangi impor dari luar negeri yang masuk ke dalam negeri atau sebaliknya.

Jenis-jenis Kebijakan Moneter
·         Kebijakan moneter ketat (tight money policy) untuk mengurangi atau membatasi jumlah uang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi.
·         Kebijakan moneter longgar (easy money policy) untuk menambah jumlah uang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi.

Kebijakan moneter bertujuan untuk mencapai stablisasi ekonomi yang dapat diukur dengan :
·         Kesempatan Kerja
Semakin besar gairah untuk berusaha, maka akan mengakibatkan peningkatan produksi. Peningkatan produksi ini akan diikuti dengan kebutuhan tenaga kerja. Hal ini berarti akan terjadinya peningkatan kesempatan kerja dan kesehjateraan karyawan.
·         Kestabilan harga
Apabila kestablian harga tercapai maka akan menimbulkan kepercyaan di masyarakat. Masyarakat percaya bahwa barang yang mereka beli sekarang akan sama dengan harga yang akan masa depan.
·         Neraca Pembayaran Internasional
Neraca pembayaran internasional yang seimbang menunjukkan stabilisasi ekonomi di suatu Negara. Agar neraca pembayaran internasional seimbang, maka pemerintah sering melakukan kebijakan-kebijakan moneter.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar.

Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
·         Kebijakan Moneter Ekspansif/ Monetary Expansive Policy Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
·         Kebijakan Moneter Kontraktif/ Monetary Contractive Policy Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy).

Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
·         Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
     Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
·         Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
     Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum kadang-kadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
·         Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
     Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
·         Himbauan Moral (Moral Persuasion)
     Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
·         Kredit selektif
     Politik bank sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara memperketat pemberian kredit
·         Politik sanering
     Ini dilakukan bila sudah terjadi hiper inflasi, ini pernah dilakukan BI pada tanggal 13 Desember 1965 yang melakukan pemotongan uang dari Rp.1.000 menjadi Rp.1

Tujuan Kebijakan Moneter Bank Indonesia
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004  pasal 7 tentang Bank Indonesia.
Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang  ditetapkan oleh Pemerintah.  Secara operasional, pengendalian  sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan.  Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.

Respons Kebijakan Moneter Triwulan I 2013
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 11 April 2013 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 5,75%. Tingkat BI Rate tersebut dinilai masih konsisten dengan sasaran inflasi tahun 2013 dan 2014, sebesar 4,5% ± 1%. Mencermati meningkatnya tekanan inflasi jangka pendek harga bahan pangan (volatile foods) akhir-akhir ini dan masih berlanjutnya tekanan terhadap keseimbangan eksternal, Bank Indonesia akan memperkuat operasi moneter melalui penyerapan ekses likuiditas yang lebih besar ke tenor yang lebih jangka panjang. Bank Indonesia juga tetap mewaspadai sejumlah risiko terhadap tekanan inflasi tersebut dan akan menyesuaikan respons kebijakan moneter sesuai kebutuhan. Kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan kondisi fundamental yang selama ini dilakukan akan dilanjutkan, diperkuat dengan percepatan upaya-upaya pendalaman pasar valuta asing. Bank Indonesia juga memperkuat koordinasi bersama Pemerintah dengan fokus pada upaya menekan defisit transaksi berjalan dan meminimalkan potensi tekanan inflasi dari sisi volatile foods, termasuk kebijakan impor hortikultura.
Pemulihan ekonomi global tidak seoptimis prakiraan sebelumnya dan masih dibayangi ketidakpastian. Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) diprakirakan tertahan akibat permasalahan fiskalnya, meskipun kegiatan produksi dan konsumsi mulai menunjukkan perbaikan. Di sisi lain, resesi perekonomian Eropa masih berlanjut terkait lambatnya implementasi program austerity di beberapa negara. Kondisi berbeda ditunjukkan perekonomian di beberapa negara Asia, terutama China, yang membaik sebagaimana tercermin dari indikator konsumsi dan produksi. Harga komoditas dunia juga masih cenderung menurun, kecuali harga minyak. Sejalan dengan itu, respons kebijakan bank sentral dunia secara umum masih tetap akomodatif dengan mempertahankan suku bunga rendah maupun quantitative easing.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2013 diprakirakan lebih rendah yaitu menjadi 6,2%-6,6% dari prakiraan sebelumnya 6,3%-6,8%. Pada triwulan II 2013, pertumbuhan ekonomi diprakirakan tidak jauh berbeda dari triwulan sebelumnya yaitu sekitar 6,2%. Permintaan domestik masih tumbuh cukup kuat, meskipun terjadi moderasi, di tengah perbaikan pertumbuhan dari sisi eksternal. Kuatnya konsumsi swasta didukung oleh perbaikan daya beli masyarakat dan kepercayaan konsumen. Sementara itu, di tengah investasi bangunan yang tetap tumbuh kuat, investasi nonbangunan cenderung melambat. Di sisi lain, volume ekspor mengalami peningkatan sejalan dengan perbaikan ekonomi di beberapa negara mitra dagang utama, khususnya China. Masih cukup baiknya pertumbuhan ekonomi nasional juga didukung oleh pertumbuhan ekonomi daerah yang masih cukup tinggi dan semakin merata. Untuk tahun 2014, sejalan dengan permintaan domestik yang tetap kuat dan ekonomi global yang semakin baik, pertumbuhan ekonomi diprakirakan akan mencapai kisaran 6,6%-7,0%, atau lebih rendah dari prakiraan sebelumnya sekitar 6,7%-7,2%.
Di sisi eksternal, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan II 2013 diprakirakan mengalami defisit yang lebih rendah dari triwulan sebelumnya seiring membaiknya transaksi modal dan finansial (TMF). Membaiknya TMF terutama didorong oleh arus investasi portofolio, termasuk penerbitan global bond oleh Pemerintah, yang meningkat sejalan dengan masih kuatnya fundamental ekonomi Indonesia dan dampak kebijakan ekonomi global yang masih akomodatif. Namun, defisit transaksi berjalan diprakirakan meningkat terutama karena impor yang masih cukup tinggi, antara lain terkait masih tingginya konsumsi BBM (Bahan Bakar Minyak). Cadangan devisa pada akhir Maret 2013 mencapai 104,8 miliar dolar AS atau setara dengan 5,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, di atas standar kecukupan internasional.
Nilai tukar rupiah masih mengalami tekanan depresiasi pada triwulan I 2013, meskipun lebih moderat sejalan dengan berlanjutnya aliran modal masuk. Hal itu sebagai hasil dari kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai dengan kondisi fundamental, baik melalui penguatan mekanisme intervensi valas, penerapan term deposit (TD) valas maupun pendalaman pasar valas. Nilai tukar rupiah secara rata-rata melemah sebesar 0,7% (qtq) mencapai Rp9.680 per dolar AS dengan volatilitas pada triwulan I 2013 yang masih terjaga. Ke depan, dengan mempertimbangkan kondisi NPI pada triwulan II 2013, tekanan depresiasi nilai tukar rupiah diprakirakan juga akan moderat.
Gejolak harga bahan pangan mendorong tingginya inflasi IHK pada Maret 2013. Inflasi IHK Maret 2013 mencapai 0,63% (mtm) atau 5,90% (yoy) di atas rata-rata historisnya. Inflasi kelompok volatile foods tercatat sangat tinggi yaitu 2,44% (mtm) atau 14,20% (yoy), khususnya pada komoditas bawang putih, bawang merah dan cabai akibat gangguan pasokan terkait dengan kebijakan impor yang diterapkan oleh Pemerintah. Di sisi lain, inflasi inti masih stabil sebesar 4,21% (yoy) sejalan dengan ekspektasi inflasi masyarakat yang masih terjaga dan kapasitas produksi yang masih memadai. Ke depan, tekanan inflasi diharapkan mereda seiring dengan langkah-langkah Pemerintah untuk mengatasi gangguan pasokan bahan pangan dan datangnya musim panen. Langkah-langkah koordinasi melalui Tim Pengendali Inflasi (TPI) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) diperkuat untuk pengendalian inflasi baik di pusat maupun daerah.
Stabilitas sistem keuangan dan fungsi intermediasi perbankan tetap terjaga dengan baik. Kinerja industri perbankan yang solid tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang berada jauh di atas minimum 8% dan terjaganya rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%. Sementara itu, pertumbuhan kredit hingga akhir Februari 2013 mencapai 23,4% (yoy), meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Kredit modal kerja dan kredit investasi masih tumbuh cukup tinggi sebesar 24,5% (yoy) dan 25,4% (yoy). Sementara itu, kredit konsumsi tumbuh 20,3% (yoy). Ke depan, Bank Indonesia meyakini stabilitas sistem keuangan akan tetap terjaga dengan fungsi intermediasi perbankan yang akan meningkat seiring dengan peningkatan kinerja perekonomian nasional.


Sumber :


Kamis, Mei 16, 2013

JURNAL IV



PENGARUH NILAI SKOR GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) DAN ALOKASI BIAYA CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DENGAN DIMEDIASI RETURN ON EQUITY (ROE) TERHADAP HARGA SAHAM PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR
PADA BURSA EFEK INDONESIA

Abstract : This research aim to analyse several microeconomic factors in giving the effect to stock price of BBNI (Bank Negara Indonesia), BMRI (Bank Mandiri), ANTM (Aneka Tambang), UNTR (United Tractor). The statistics path analysis method was applied, after engaged test for stationairy data. The result of this research point out that direct effect  the independent variables such as GCG and CSR to the Price Stock as dependent variables were mediated by ROE as intervening variable.

Kata kunci : Good Corporate Governance, Corporate Social Responsibility, Profitabilitas, Return On Equity, Harga Saham

PENDAHULUAN
Pergerakan harga saham ditentukan oleh supply dan demand harga saham tersebut. Apabila demand meningkat, maka harga saham meningkat dan sebaliknya. Setiap hari terdapat saham-saham yang mengalami kenaikan harga, namun ada pula yang mengalami penurunan harga, bahkan tidak ada pergerakan harga atau tidak ada transaksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan harga saham antara lain pergerakan suku bunga bank, tingkat inflasi, nilai tukar rupiah, kinerja perusahaan seperti penjualan dan laba meningkat, pembagian dividen dan sebagainya, serta faktor non ekonomi, seperti kondisi sosial dan politik (www.idx.co.id).
Corporate governance merupakan tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah kinerja perusahaan. Isu mengenai corporate governance mulai muncul, khususnya di Indonesia pada tahun 1998 ketika Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan. Banyak pihak yang mengatakan lamanya proses perbaikan di Indonesia disebabkan oleh sangat lemahnya corporate governance yang diterapkan dalam perusahaan di Indonesia. Sejak saat itu, baik pemerintah maupun investor mulai memberikan perhatian yang cukup signifikan dalam praktek corporate governance.
Melalui penerapan Good Corporate Governance tersebut diharapkan: (1) perusahaan mampu meningkatkan kinerjanya melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan, serta mampu meningkatkan pelayanannya kepada stakeholder, (2) perusahaan lebih mudah memperoleh dana pembiayaan yang lebih murah sehingga dapat meningkatkan corporate value, (3) mampu meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia dan (4) pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan dividen (Forum for Corporate Governance in Indonesia - FCGI, 2001). Corporate governance tidak hanya mampu menjelaskan perbedaan kinerja antar negara selama periode krisis, akan tetapi juga perbedaan kinerja antar perusahaan dalam suatu negara tertentu.
Namun demikian, belum semua perusahaan di Indonesia siap melaksanakan Corporate Governance. The Indonesian Institute of  Corporate Governance (IICG), lembaga independen yang memberikan penilaian terhadap pelaksanaan tersebut, menghasilkan Corporate Governance Perception Index. Peringkat terpercaya dan sangat terpercaya tidak selalu dapat dicapai oleh perusahaan yang tahun sebelumnya meraih peringkat tersebut. Astra Internasional, Tbk, Bank Rakyat Indonesia, Tbk, Indofood Sukses Makmur, Tbk, dan Unilever Indonesia, Tbk merupakan perusahaan yang memperoleh peringkat sepuluh dari IICG pada tahun 2010, yang belum dicapai pada tahun sebelumnya sebagaimana lampiran 4 (SWA digital, Indonesia Trusted Company,2010). Kinerja perusahaan-perusahaan tersebut ditunjukkan dengan harga saham yang terus meningkat di tahun 2010. Astra Internasional, Tbk misalnya, harga saham penutupan tahun 2008 menunjukkan per lembar Rp 10.550, dan di tahun 2010 menjadi Rp 54.550,- Demikian juga Bank Rakyat Indonesia sebesar Rp 4.575,- di tahun 2008, menjadi Rp 10.500,- di tahun 2010. Peningkatan tiap tahun dari tahun 2008 hingga 2010 juga dialami oleh Indofood Sukses Makmur, Tbk, dan Unilever Indonesia, Tbk. Namun realitanya terdapat perusahaan yang sejak tahun 2008 hingga 2010 mencapai peringkat sepuluh mengalami pergerakan harga saham yang tidak senantiasa meningkat (www.idx.co.id).
Di samping itu dewasa ini perusahaan dalam menjalankan  kegiatan operasionalnya bukanlah suatu hal yang mustahil melakukan eksploitasi sumber daya alam untuk meningkatkan kemakmuran perusahaan sehingga sering kali menimbulkan masalah-masalah sosial. Masalah sosial yang saat ini menjadi sorotan berbagai pihak  adalah munculnya isu tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat.
   Namun seiring dengan perjalanan waktu, masyarakat semakin menyadari dampak-dampak sosial yang ditimbulkan oleh perusahaan dalam menjalankan operasinya untuk mencari laba yang maksimal, yang semakin lama semakin besar dan sulit dikendalikan. Oleh karena itu masyarakat pun menuntut agar perusahaan memperhatikan dampak-dampak sosial yang ditimbulkan dan berupaya untuk mengatasinya. Apabila perusahaan tidak memperhatikan seluruh faktor yang mengelilinginya mulai dari karyawan, konsumen, lingkungan dan sumber daya alam sebagai suatu kesatuan yang saling mendukung suatu sistem, maka akan mengakhiri eksistensi perusahaan itu sendiri. Citra perusahaan  akan semakin baik di mata masyarakat apabila menunjukkan tanggung jawab dan kepedulian kepada lingkungan eksternal misalnya adanya alokasi dana untuk program pengelolaan limbah atau program untuk penyediaan fasilitas kepada masyarakat.
   Adanya fenomena tersebut menyebabkan dunia bisnis mengalami pergeseran orientasi dari shareholders ke stakeholders. Tanggung jawab sosial perusahaan diperlukan untuk menjaga keharmonisan hubungan antara perusahaan dengan lingkungan sekitar.
   Pemerintah memberikan respon yang baik terhadap pelaksanaan Corporate Social Responsibiliy dengan menganjurkan praktik tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility) sebagaimana dimuat dalam Undang-undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Bab IV pasal 66 ayat 2b dan Bab V pasal 74. Kedua pasal tersebut menjelaskan bahwa laporan tahunan perusahaan harus mencerminkan tanggung jawab sosial, bahkan perusahaan yang kegiatan usahanya di bidang atau berkaitan dengan sumber daya alam harus melaksanakan tanggung jawab sosial. Aturan lebih tegas di UU Penanaman Modal pasal 15 huruf b disebutkan,  setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Jika tidak, maka dapat dikenai sanksi mulai dari peringatan tertulis,  pembatasan kegiatan usaha,  pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal,  atau pencabutan kegiatan usaha dan/atau  fasilitas penanaman modal  (pasal 34 ayat (1) UU PM). Di samping itu, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui pemanfaatan dana dari bagian labanya untuk pelaksanaan CSR sesui dengan Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Dana itu, dialokasikan sekitar 2% dari laba bersih tahunan setiap BUMN. Kementerian Lingkungan Hidup sejak tahun 2002 telah meluncurkan Pogram Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam pengelolaan lingkungan (PROPER). Hasil penilaian peringkat PROPER ini akan dipublikasikan secara terbuka kepada publik dan stakeholder lainnya, maka kinerja penaatan perusahaan dikelompokkan ke dalam 5 (lima) peringkat warna. Kinerja penaatan terbaik adalah peringkat emas, dan hijau, selanjutnya biru, dan kinerja penaatan terburuk adalah peringkat hitam.
   Perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya harus mengeluarkan biaya tambahan yang tidak sedikit jumlahnya, namun pelaksanaan tangggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu keharusan baik dari segi tuntutan bisnis maupun tuntutan etis yang relevansinya semakin dirasakan dalam operasi bisnis modern.
   Aktivitas-aktivitas sosial perusahaan ini menjadi sangat penting untuk diungkapkan karena kesadaran masyarakat Indonesia di akhir dekade ini semakin meningkat, hal ini tercermin dengan adanya konflik sosial seperti dengan adanya   protes masyarakat karena terganggu dengan limbah atau polusi dan lain sebagainya.
   Setidaknya ada tiga alasan penting mengapa kalangan dunia usaha harus merespon dan mengembangkan isu tanggung jawab sosial sejalan dengan operasi usahanya. Pertama, perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan oleh karenanya wajar bila perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat. Kedua, kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme. Ketiga, kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara untuk meredam atau bahkan menghindari konflik sosial. Meskipun hingga sekarang respon yang dihasilkan belum merata diimplementasikan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia.
   Namun demikian untuk dapat mendukung pencapaian tujuan perusahaan baik melalui penerapan Good Corporate Governance maupun Corporate Social Responsibility, diperlukan adanya kinerja keuangan yang baik, untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa depan. Melalui penerapan Good Corporate Governance maupun Corporate Social Responsibility tersebut, diharapkan dapat menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan (FEUI, Indonesia Economic Outlook 2011). Investor akan menganalisis kelancaran sebuah perusahaan dan kemampuannya untuk mendapatkan keuntungan (profitabilitas) tersebut, karena mereka mengharapkan dividen dan peningkatan harga pasar sahamnya, dengan demikian selanjutnya diharapkan   peningkatan kemakmuran perusahaan dapat tercapai.
   Rasio keuangan profitabilitas Return on Equity (ROE)  merupakan salah satu indikator yang dijadikan pertimbangan investor untuk menanamkan modalnya di bursa efek.  Namun demikian peningkatan kinerja keuangan ini masih belum stabil dicapai oleh perusahaan-perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia.
   Secara umum dapat dikatakan bahwa harga saham suatu perusahaan dipengaruhi oleh kondisi faktor-faktor internal perusahaan dan eksternal perusahaan.  Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh perkembangan faktor-faktor internal berupa implementasi GCG dan CSR serta pencapaian tingkat profitabilitas terhadap harga saham dari perusahaan yang go public.
Tujuan untuk mengetahui bukti empiris mengenai: Pengaruh Nilai Skor Good Corporate Governance (GCG) dan Alokasi Biaya Corporate Social Responsibility (CSR) dengan Dimediasi Return On Equity (ROE) Terhadap Harga Saham Perusahaan yang Terdaftar Pada Bursa Efek Indonesia


KERANGKA TEORI
Good Corporate Governance
Mengacu kepada pendapat Achmad Daniri (2006), Good Corporate Governance mempunyai lima macam tujuan utama sebagai berikut: a). Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham; b). Melindungi hak dan kepentingan para anggota stakeholder non pemegang saham; c). Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham;                   d). Meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja Dewan Pengurus atau Board of Directors dan manajemen perusahaan; e). Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen senior perusahaan.
   Dan mengacu kepada Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2001), manfaat dalam penerapan Good Corporate Governance adalah: a). Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders;   b). Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah sehingga dapat lebih meningkatkan corporate value; c). Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia; d). Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan dividen.
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) (2006) menjelaskan, pedoman umum GCG Indonesia yang untuk selanjutnya disebut pedoman GCG merupakan acuan bagi perusahaan untuk melaksanakan GCG dalam rangka: a). Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, reponsibilitas, independensi, serta kewajaran dan kesetaraan; b). Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ perusahaan, yaitu Dewan Komisaris, Direksi, dan Rapat Umum Pemegang Saham; c). Mendorong pemegang saham, anggota Komisaris dan anggota Direksi agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; d). Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan; e). Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan lainnya; f). Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun internasional, sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional”
   Hasil program riset dan pemeringkatan Corporate Governance Perception Index (CGPI) adalah penilaian dan pemeringkatan  penerapan Good Corporate Governance pada perusahaan peserta dengan memberikan skor dan pembobotan nilai berdasarkan acuan yang telah dibuat. Pemeringkatan CGPI didesain menjadi tiga kategori berdasarkan tingkat/level terpercaya yang dapat dijelaskan menurut skor penerapan Good Corporate Governance (GCG) seperti yang disajikan pada tabel berikut ini:

                             Tabel-1: Kategori Pemeringkatan  CGPI

Skor
Level Terpercaya
55 – 69
Cukup Terpercaya
70 – 84
Terpercaya
85 – 100
Sangat Terpercaya
Sumber: IICG Laporan CGPI

Mencermati asas transparansi, akuntabilitas, reponsibilitas, independensi, serta kewajaran dan kesetaraan tersebut, maka Responsibility merupakan prinsip yang berhubungan dengan CSR (Corporate Social Responsibility). Melalui prinsip ini diharapkan perusahaan menyadari bahwa dalam operasionalnya dapat menghasilkan dampak eksternal yang harus ditanggung oleh para stakeholder.

Corporate Social Responsibility
   The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) dalam Yusuf Wibisono (2007) mendefinisikan CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan sebagai : Continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large
Bahwa komitmen dunia usaha  untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk  meningkatkan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga dengan peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas.
   Sementara Achmad Daniri (2006) berpendapat ada empat manfaat yang diperoleh bagi perusahaan dengan mengimplementasikan Corporate Social Responcibility yaitu:                 1). Keberadaan perusahaan dapat tumbuh dan berkelanjutan dan perusahaan mendapatkan citra (image) yang positif dari masyarakat luas; 2). Perusahaan lebih mudah memperoleh akses terhadap kapital (modal); 3). Perusahaan dapat mempertahankan sumber daya manusia (human resources) yang berkualitas; 4). Perusahaan dapat meningkatkan pengambilan keputusan pada hal-hal yang kritis (critical decision making) dan mempermudah pengelolaan manajemen risiko (risk management).
Estes dan Ramanathan (1976) dalam Norhadi (www.eprints.undip.ac.id, 2010) menyebutkan biaya sosial merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan terkait dengan aktivitas sosial, lingkungan, polusi, kesejahteraan pegawai, masyarakat sekitar dan pemantauan produk yang diungkapkan melalui laporan tanggung jawab sosial perusahaan.

Kinerja Keuangan

   Menurut Anthony dan Govindarajan (2003), kinerja  jangka panjang  suatu perusahaan biasa diukur berdasarkan kinerja finansial dan nonfinansial. Ukuran kinerja finansial yaitu berupa kenaikan profitabilitas atau efektivitas perusahaan dalam menggunakan sumber daya yang dimilikinya yang biasanya dinyatakan dalam rasio-rasio keuangan. Rasio keuangan dirancang untuk mengevaluasi laporan keuangan, yang berisi data tentang posisi perusahaan pada suatu titik dan operasi perusahaan pada masa lalu.
   Pada umumnya Rasio-rasio keuangan diklasifikasikan menjadi 4 macam: 1). Rasio Likuiditas, digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial jangka pendek yang berupa hutang-hutang jangka pendek; 2). Ratio Leverage, digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar utang apabila pada suatu saat perusahaan dilikuidasi; 3). Rasio aktivitas, digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menggunakan dana yang tersedia yang tercermin dalam perputaran modalnya; 4). Rasio profitabilitas, digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan yang menghasilkan laba. Sementara  kemampulabaan (profitability) merupakan dimensi pengukuran yang digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Ukuran yang digunakan untuk mengukur kemamampulabaan suatu perusahaan biasanya digunakan Earning Per Share (EPS), Net Profit Margin (NPM), Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE) atau laba bersih jangka panjang
   Tujuan menganalisis kinerja keuangan antara lain: 1). Dapat memberikan informasi yang lebih luas; 2). Dapat menggali informasi yang tidak tampak secara kasat mata; 3). Dapat mengetahui kesalahan yang tekandung dalam laporan keungan; 4). Dapat  memberikan informasi yang diinginkan oleh para pengambil keputusan; 5). Dapat mementukan peringkat perusahaan dalam kriteria tertentu; 6). Dapat memprediksikan potensi yang mungkin dialami perusahaan di masa yang akan datang.

Saham
Saham merupakan bukti kepemilikan atau penyertaan modal dalam sebuah perusahaan atau perseroan terbatas (www.idx.co.id). Keuntungan memiliki saham adalah memperoleh:    a). Dividen, yaitu pembagian keuntungan perusahaan kepada pemegang saham. Umumnya perusahaan membagi dividen ketika perusahaan menunjukkan kinerja yang baik; b). Capital Gain, yaitu keuntungan ketika menjual saham dengan harga lebih tinggi dari harga beli
Sebagai surat berharga yang ditransaksikan di pasar modal, harga saham selalu mengalami fluktuasi, naik dan turun dari satu waktu ke waktu yang lain. Seperti komoditi pada umumnya, fluktuasi harga tersebut tergantung kepada kekuatan permintaan dan penawaran. Apabila suatu saham mengalami kelebihan permintaan, harga saham akan cenderung naik. Sebaliknya, kalau terjadi kelebihan penawaran maka harga saham akan cenderung turun.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan harga saham antara lain (www.idx.co.id) : a). Pergerakan suku bunga bank; b). Tingkat inflasi; c). Nilai tukar rupiah; d). Kinerja perusahaan, seperti penjualan dan laba meningkat, pembagian dividen; e). Faktor non ekonomi, seperti kondisi sosial dan politik.
Seorang investor apabila hendak melakukan investasi dalam saham akan melakukan banyak pertimbangan dan pengamatan. Pergerakan harga dan volume perdagangan saham akan menjadi pertimbangan utama bagi investor. Dalam mengamati pergerakan harga saham seorang investor akan memperhatikan semua kejadian yang berhubungan dengan peningkatan dan penurunan harga saham dalam pasar modal. Investor  pun harus memperhatikan tingkat keefisienan pasar modal itu sendiri, apakah transaksi yang terdapat di dalam pasar modal tersebut telah mencerminkan semua informasi yang dibutuhkannya. Informasi yang telah direfleksikan secara penuh dalam harga-harga saham merupakan salah satu indikasi bahwa pasar modal tempat perdagangan saham-saham itu telah efisien.


METODE
Data yang akan diestimasi merupakan data sekunder periode tahun 2008-2010 yang dipublikasi oleh Bursa Efek Indonesia dan The Indonesian Institute  of  Corporate Governance (IICG). Data tersebut diperoleh melalui publikasi dalam situs www.idx.co.id dan Riset SWA dalam swadigital.com.
Analisis data yang akan digunakan adalah Path Analysis (Analisa Jalur) untuk masing-masing persamaan dengan alat bantu piranti lunak SPSS 19.0.

Persamaan Struktur

Penyusunan persamaan struktur mempertimbangkan maksud dan tujuan penelitian, tinjauan pustaka, serta penelitian terdahulu. Persamaan tersebut adalah sebagai berikut :
Sub struktur 1 : X3 = f (X1 X2) = р x3x1 + р x3x2 + ε1
Sub struktur 2 : Y = f (X1, X2, X3) = р yx1 + р yx2 + р yx3 + ε2

X1 = CGPI (GCG dalam perception index)
X2 = lnCCSR (Biaya CSR dalam logaritma)
X3 = ROE (profitabilitas ROE dalam rasio)
Y  = lnHS (Harga Saham dalam logaritma)

 
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Uji Kualitas Data (Stationary Data)

   Pengelompokan data CGPI, Biaya CSR (CCSR), profitabilitas (ROE), serta  Harga Saham (HS) tahun 2008-2010 merupakan data panel. Data panel tersebut diolah dengan menggunakan software Eviews untuk mengetahui kestasionairan data melalui uji Hadri Unit Root Test dengan hasil uji sebagaimana tabel 2, di mana data variabel Harga Saham, CGPI, CCSR, maupun ROE telah stationair (level), yang ditunjukkan dengan nilai probabilitas setiap variabel tersebut lebih kecil dari level of significant 5% (< 0.05).      

        Tabel- 2: Hasil Uji Kualitas Data Berdasarkan Data Stasioner

Variabel
Nilai Hitung Hadri Z-Stat
Tingkat Signifikansi (Probabilitas)
Difference
HS
2,21172
0,0135
Level
CGPI
2,76276
0,0029
Level
CCSR
2,15121
0,0157
Level
ROE
3,14290
0,0008
Level
         Sumber : data diolah dengan Eviews tahun 2012
Pengaruh Tidak Langsung Skor GCG dan Biaya CSR Melalui Profitabilitas (ROE) terhadap Harga Saham

   Pembahasan berikut sebagai pembuktian apakah variabel Profitabilitas yang diwakili oleh ROE dapat memediasi sebagai variabel intervening ataukah sebagai variabel moderating.
Variabel ROE (X3) sebagai moderating apabila merubah hubungan Skor GCG (X1) dan biaya CSR (X2) ke Harga Saham (Y) menjadi memperkuat atau memperlemah. Dengan demikian suatu hal yang menarik untuk diteliti lebih jauh apakah dengan dicapainya ROE yang tinggi dapat memperkuat kontribusi faktor GCG dan CSR sehingga harga saham bergerak naik, dan sebaliknya.
   Berdasarkan pengolahan data signifikansi jalur yang terbentuk, berikut ini tabel pengujiannya:                       

       Tabel- 3: Pengujian Hipotesis Variabel X1 dan X2 terhadap Y Melalui X3

Jalur
X1  X3
X2  X3
X1  Y
X2  Y
X3  Y
Coefficient
0,010
0,263
0,092
0,226
0,775
Uji t
t hitung
0,340
0,875
0,293
0,733
3,874
t value
0,741
0,402
0,776
0,480
0,003
Keterangan
Tidak Signifikan
Tidak Signifikan
Tidak Signifikan
Tidak Signifikan
Signifikan
         Sumber : Data Sekunder, diolah tahun 2012
   Hubungan variabel-variabel tersebut saling mempengaruhi secara langsung (direct) maupun tidak langsung (indirect) melalui data Standardized Coefficients Beta.

Diagram Jalur
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut di atas, maka secara keseluruhan (full models) diagram jalur yang terbentuk sebagai berikut:

Gambar 1
Diagram Jalur Keseluruhan



Pembahasan

   Persamaan struktur untuk semua model yang telah diteliti tersebut di atas adalah sebagai berikut:
   Sub struktur 1 : X3 =  0,010 X1 + 0,263 X2 + 0,964 ε1
Sub struktur 2 : Y  = 0,092 X1 + 0,226 X2 + 0,775 X3 + 0,632 ε2
   Melalui diagram jalur di atas, dapat dijelaskan pada struktur 1 kontribusi yang mempengaruhi profitabilitas (ROE) dari skor GCG sebesar 0,0102  = 0,0001 atau 0,01% dan dari CSR sebesar 0,2632 = 0,069 atau 6,9%, serta standar error sebesar 0,9642 = 0,929 atau 92,9%.
   Pada struktur 2 kontribusi yang mempengaruhi Harga Saham dari skor GCG sebesar 00922 = 0,008 atau 0,8%, dari CSR sebesar 0,2262 = 0,051 atau 5,1%, dan dari Profitabilitas (ROE) sebesar 0,7752 = 0,600 atau 60%, dengan standar error 0,6322 = 0,399 atau 39,9%.
   Pengaruh tidak langsung (IE) skor GCG terhadap Harga Saham melalui Profitabilitas (ROE) sebesar (Ñ€ x3x1) (Ñ€ yx3) = (0,011 x 0,600) = 0,0066 atau 0,66%. Pengaruh total (TE) skor GCG terhadap Harga Saham melalui Profitabilitas (ROE) adalah (Ñ€ yx1) + [(Ñ€ x3x1) (Ñ€ yx3)] = 0,008 + 0,0066 = 0,0146 atau 1,46%. Dengan demikian pengaruh tidak langsung skor GCG terhadap Harga Saham melalui Profitabilitas (ROE) lebih baik daripada pengaruh langsung (0,0146 > 0,0066).
   Pengaruh tidak langsung (IE) CSR terhadap Harga Saham melalui Profitabilitas (ROE) sebesar (Ñ€ x3x2) (Ñ€ yx3) = (0,071 x 0,600) = 0,0426 atau 4,26%. Pengaruh total (TE) CSR terhadap Harga Saham melalui Profitabilitas (ROE) adalah  (Ñ€ yx2) + [(Ñ€ x3x2) (Ñ€ yx3)] = 0,051 + 0,0426 = 0,0936 atau 9,36%. Dengan demikian pengaruh tidak langsung CSR terhadap Harga Saham melalui Proitabilitas (ROE) lebih baik daripada pengaruh langsung (0,0936 > 0,0426).
Pendistribusian data tersebut di atas dapat diamati melalui tabel berikut ini:

        Tabel- 4: Runtun Jalur

Memperhatikan jalur langsung (DE) antara X1 ke variabel Y adalah relatif lebih kecil daripada menggunakan jalur tidak langsung (IE) melalui X3 atau melalui koefisien jalur lagsung diperoleh 0,008 atau 0,8%, sementara dengan melalui jalur tidak langsung diperoleh 0,0146 atau 1,46%. Demikian halnya yang terjadi antara jalur variabel X2 ke variabel Y adalah 0,051 atau 5,1%, sedangkan jalur tidak langsung melalui variabel X3 terhadap Y yang dicerminkan dengan pengaruh totalnya sebesar 0,0936 atau 9,36% melalui pendekatan selisih jalur (path). Dengan demikian dapat dinyatakan variabel X3 mampu memperkuat hubungan langsung antara variabel X1 dan X2 terhadap variabel Y.
Analisis jalur tersebut ternyata terjadi secara signifikan yang melalui lintas jalur tidak langsung (IE), sedangkan yang melalui lintas jalur langsung terjadi secara tidak signifikan, sehingga dalam PATH  terdapat  jalur terputus atau yang tidak signifikan, maka dapat dijelaskan variabel X3 memediasi sebagai variabel intervening, bukan sebagai variabel moderating. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut ini :                                                                    
Tabel- 5: Taraf Signifikansi



Temuan di atas dapat direkapitulasi melalui koefisien yang dihasilkan antara jalur menurut ranking yang diurutkan melalui data runtun dalam peringkat. Beberapa estimasi prediksi sebagai temuan hasil penelitian adalah:

a.         Sebagai 2 (dua) variabel independen yang teridentifikasi sebagai variabel yang mempengaruhi tercapainya tingkat Profitabilitas (ROE) yang diharapkan dapat diprediksi variabel CSR mampu sebagai peringkat ke 1 yang mempengaruhi Profitabilitas (ROE). Perhatikan pada tabel runtun data berikut:
b.        Kenaikan harga saham mencerminkan kinerja pasar suatu perusahaan dipengaruhi oleh beberapa variabel pendukung. Teridentifikasi variabel Profitabilitas yang diwakili oleh ROE mampu menunjukkan peringkat ke 1 yang mempengaruhi Harga Saham. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel berikut

Dengan adanya temuan-temuan tersebut di atas, maka dapat dijelaskan bahwa GCG dan CSR merupakan faktor-faktor internal yang dapat mempengaruhi harga saham perusahaan di bursa efek, dan pengaruh tersebut semakin besar apabila perusahaan-perusahaan yang memperoleh peringkat GCG dan melaksanakan CSR tersebut memiliki tingkat Return on Equity (ROE) yang diminati oleh investor.
Berdasarkan hasil penelitian, sebagaimana dikutip oleh Nachrowi dan Usman (2006:167), ROE merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi Price to Book Value (PBV). Hubungannya, semakin tinggi tingkat ROE, semakin tinggi pula PBV-nya. Secara teoritis PBV merupakan perbandingan antara harga saham dengan nilai buku per saham, atau secara agregat merupakan pembagian antara modal perusahaan murni dengan jumlah saham yang telah dikeluarkan. PBV merupakan salah satu indikator yang juga merupakan salah satu pertimbangan investor untuk menanamkan modalnya di bursa efek.

 Dengan menggunakan teknik Du Pont, dekomposisi terhadap nilai ROE menjadi: 
 




Dengan demikian, komposisi ROE merupakan bentuk ukuran kemampuan memperoleh tingkat pengembalian modal sendiri, yang besarannya mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih, menggunakan sumber pembiayaan (financial leverage multiplier), dan mengoptimalkan harta.
Di samping itu temuan-temuan dalam penelitian ini menunjukkan, bahwa perusahaan yang telah menerapkan Good Corporate Governance secara baik akan memiliki kinerja operasional yang baik dan akan diikuti oleh kinerja pasar yang tampak pada nilai saham perusahaan, sehingga dapat diprediksi bahwa perusahaan yang menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang lebih baik akan cenderung mempunyai kinerja perusahaan yang baik pula. Demikian juga pro dan kontra yang timbul dalam implementasi CSR dapat dinetralkan, bahwa dengan mengimplementasikan Corporate Social Responsibility keberadaan perusahaan dapat tumbuh dan berkelanjutan dan perusahaan mendapatkan citra (image) yang positif dari masyarakat luas, serta perusahaan lebih mudah memperoleh akses terhadap kapital (modal), sebagaimana manfaat CSR menurut Daniri (2006) yang menjadi landasan teori dalam penelitian ini.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan

            1). Secara langsung serta simultan Skor GCG (Good Corporate Governance) dan Biaya CSR (Corporate Social Responsibility) berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap Profitabilitas (ROE) dengan kontribusi sebesar 7,1%.; 2). Secara langsung dan parsial skor GCG berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap  Profitabilitas yang diwakili oleh ROE yaitu memberikan kontribusi sebesar 1,1%; 3). Secara langsung dan parsial biaya CSR berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap  Profitabilitas yang diwakili oleh ROE dengan kontribusi sebesar 7,1%; 4). Secara langsung dan parsial skor GCG berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap  Harga Saham yaitu memberikan kontribusi sebesar 0,8%; 5). Secara langsung dan parsial biaya CSR berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap  Harga Saham dengan kontribusi sebesar 5,1%; 6). Secara langsung dan parsial Profitabilitas yang diwakili oleh ROE berpengaruh positif dan signifikan terhadap  Harga Saham memberikan kontribusi sebesar 60%; 7). Secara tidak langsung Profitabilitas (ROE) memediasi hubungan antara skor GCG dan biaya CSR terhadap Harga Saham sebagai variabel intervening mampu memperkuat hubungan tersebut menjadi 1,46% dan 9,36%.
  
Saran
        
         1). Bila diamati koefisien ketiga faktor yang diteliti tersebut adalah positif dan relatif lemah kecuali ROE yang hasilnya lebih sensitif, oleh karena itu perlu dikaji ulang terhadap faktor GCG dan CSR untuk peneliti selanjutnya; 2). GCG dan CSR yang menjadi tuntutan dan tanggung jawab perusahaan untuk diimplementasikan hendaknya didukung oleh pemerintah melalui badan-badan yang berwewenang menciptakan regulasi dalam mengatasi kendala-kendala yang terjadi agar program-program tersebut diimplementasikan secara konsisten serta mendapat perhatian bagi semua perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia sehingga memiliki nilai tambah; 3). Hendaknya perusahaan mengkaji kembali tentang kebijakan operasional yang digunakan yang tidak mendukung, untuk itu: a). Perusahaan hendaknya berupaya mencapai kinerja keuangan yang baik, untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa depan, sehingga melalui penerapan Good Corporate Governance maupun Corporate Social Responsibility, diharapkan dapat menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan (profitabilitas), dan efektivitas implementasi GCG dan CSR yang menjadi tuntutan untuk dilaksanakan oleh perusahaan dapat tercapai; b). Investor akan menganalisis kelancaran sebuah perusahaan dan kemampuannya untuk mendapatkan keuntungan, karena mereka mengharapkan dividen dan peningkatan harga pasar saham perusahaan, dengan demikian perusahaan hendaknya meningkatkan kinerjanya melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan, serta mampu meningkatkan pelayanannya kepada stakeholder, hal tersebut perlu diupayakan agar peningkatan kemakmuran perusahaan dapat tercapai.

DAFTAR PUSTAKA
Achmad Daniri, 2006., Good Corporate Governance, Pengertian dan Konsep Dasar.  Jakarta
Anthony dan Govindarajan, 2003, Sistem Pengendalian Manajemen
Darsono Prawironegoro, 2009, Manajemen Keuangan, Jakarta : Nusantara Consulting
Fakultas Ekonomi UI, 2011, Indonesia Economic Outlook 2011, Jakarta : Lembaga Penerbit FE UI
Komite Kebijakan Corporate Governance, 2006., Pedoman Good Corporate Governance Indonesia”. Jakarta: KNKG
Lilik Wijayanto, 2011, Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia, Jakarata:Fakultas Ekonomi Universitas Krisnadwipayana
Nachrowi D. Nachrowi dan Hardius Usman, 2006, Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan, Dilengkapi Teknik Analisis dan Pengolahan Data dengan SPSS dan EVIEWS, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Oktavia Harnita, 2011, Pengaruh Penerapan Corporate Social Responsibility Terhadap Kinerja Keuangan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia, Jakarta:Fakultas Ekonomi Universitas Krisnadwipayana
Riduwan dan Engkos Achmad Kuncoro, 2011, Cara Menggunakan dan Memaknai Path Analysis, Bandung: Alfabeta
Sugiyono, 2011., Metode Penelitian Kombinasi, Bandung: Alfabeta.
Suliyanto, 2011, Ekonometrika Terapan: Teori dan Aplikasi dengan SPSS, Yogyakarta: Andi
Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-117/M-MBU/2002 Tahun 2002 Tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-23/M-PM.PBUMN Tahun 2000 Tentang Pengembangan Praktek Good Corporate Governance dalam Persusahaan Perseroan (PERSERO).
Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/PBI/2006 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum.
Undang-undang  No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Bab IV pasal; 66 ayat 2b dan Bab V pasal 74
Uma Sekaran, 2007, Research Methods for Business, Buku 1, Edisi 4, Jakarta : Salemba Empat
Yusuf Wibisono, 2007, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR. Gresik : Fascho Publishing.
www.idx.co.id : How to be an investor_web_2007 revised.pdf, diunduh 18 Mei 2012
www.fcgi.org.id
www.iicg.org/
www.pkbl.bumn.go.id