Sabtu, Mei 18, 2013

Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, "margin requirement", kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.

Tujuan Kebijakan Moneter
·         Mengedarkan mata uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange) dalam perekonomian.
·         Mempertahankan keseimbangan antara kebutuhan likuiditas perekonomian dan stabilitas tingkat harga.
·         Distribusi likuiditas yang optimal dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi yang diinginkan pada berbagai sektor ekonomi.
·         Membantu pemerintah melaksanakan kewajibannya yang tidak dapat terealisasi melalui sumber penerimaan yang normal.
·         Menjaga kestabilan Ekonomi
Artinya pertumbuhan arus barang dan jasa seimbang dengan pertumbuhan arus barang dan jasa yang tersedia.
·         Menjaga kestabilan Harga
Harga suatu barang merupakan hasil interaksi antara jumlah uang yang beredar dengan jumlah uang yang tersedia di pasar.
·         Meningkatkan kesempatan kerja
Pada saat perekonomian stabil pengusaha akan mengadakan investasi untuk menambah jumlah barang dan jasa sehingga adanya investasi akan membuka lapangan kerja baru sehingga memperluas kesempatan kerja masyarakat.
·         Memperbaiki neraca Perdagangan Kerja Masyarakat
Dengan jalan meningkatkan ekspor dan mengurangi impor dari luar negeri yang masuk ke dalam negeri atau sebaliknya.

Jenis-jenis Kebijakan Moneter
·         Kebijakan moneter ketat (tight money policy) untuk mengurangi atau membatasi jumlah uang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi.
·         Kebijakan moneter longgar (easy money policy) untuk menambah jumlah uang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi.

Kebijakan moneter bertujuan untuk mencapai stablisasi ekonomi yang dapat diukur dengan :
·         Kesempatan Kerja
Semakin besar gairah untuk berusaha, maka akan mengakibatkan peningkatan produksi. Peningkatan produksi ini akan diikuti dengan kebutuhan tenaga kerja. Hal ini berarti akan terjadinya peningkatan kesempatan kerja dan kesehjateraan karyawan.
·         Kestabilan harga
Apabila kestablian harga tercapai maka akan menimbulkan kepercyaan di masyarakat. Masyarakat percaya bahwa barang yang mereka beli sekarang akan sama dengan harga yang akan masa depan.
·         Neraca Pembayaran Internasional
Neraca pembayaran internasional yang seimbang menunjukkan stabilisasi ekonomi di suatu Negara. Agar neraca pembayaran internasional seimbang, maka pemerintah sering melakukan kebijakan-kebijakan moneter.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar.

Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
·         Kebijakan Moneter Ekspansif/ Monetary Expansive Policy Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
·         Kebijakan Moneter Kontraktif/ Monetary Contractive Policy Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy).

Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
·         Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
     Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
·         Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
     Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum kadang-kadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
·         Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
     Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
·         Himbauan Moral (Moral Persuasion)
     Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
·         Kredit selektif
     Politik bank sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara memperketat pemberian kredit
·         Politik sanering
     Ini dilakukan bila sudah terjadi hiper inflasi, ini pernah dilakukan BI pada tanggal 13 Desember 1965 yang melakukan pemotongan uang dari Rp.1.000 menjadi Rp.1

Tujuan Kebijakan Moneter Bank Indonesia
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004  pasal 7 tentang Bank Indonesia.
Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang  ditetapkan oleh Pemerintah.  Secara operasional, pengendalian  sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan.  Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.

Respons Kebijakan Moneter Triwulan I 2013
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 11 April 2013 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 5,75%. Tingkat BI Rate tersebut dinilai masih konsisten dengan sasaran inflasi tahun 2013 dan 2014, sebesar 4,5% ± 1%. Mencermati meningkatnya tekanan inflasi jangka pendek harga bahan pangan (volatile foods) akhir-akhir ini dan masih berlanjutnya tekanan terhadap keseimbangan eksternal, Bank Indonesia akan memperkuat operasi moneter melalui penyerapan ekses likuiditas yang lebih besar ke tenor yang lebih jangka panjang. Bank Indonesia juga tetap mewaspadai sejumlah risiko terhadap tekanan inflasi tersebut dan akan menyesuaikan respons kebijakan moneter sesuai kebutuhan. Kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan kondisi fundamental yang selama ini dilakukan akan dilanjutkan, diperkuat dengan percepatan upaya-upaya pendalaman pasar valuta asing. Bank Indonesia juga memperkuat koordinasi bersama Pemerintah dengan fokus pada upaya menekan defisit transaksi berjalan dan meminimalkan potensi tekanan inflasi dari sisi volatile foods, termasuk kebijakan impor hortikultura.
Pemulihan ekonomi global tidak seoptimis prakiraan sebelumnya dan masih dibayangi ketidakpastian. Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) diprakirakan tertahan akibat permasalahan fiskalnya, meskipun kegiatan produksi dan konsumsi mulai menunjukkan perbaikan. Di sisi lain, resesi perekonomian Eropa masih berlanjut terkait lambatnya implementasi program austerity di beberapa negara. Kondisi berbeda ditunjukkan perekonomian di beberapa negara Asia, terutama China, yang membaik sebagaimana tercermin dari indikator konsumsi dan produksi. Harga komoditas dunia juga masih cenderung menurun, kecuali harga minyak. Sejalan dengan itu, respons kebijakan bank sentral dunia secara umum masih tetap akomodatif dengan mempertahankan suku bunga rendah maupun quantitative easing.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2013 diprakirakan lebih rendah yaitu menjadi 6,2%-6,6% dari prakiraan sebelumnya 6,3%-6,8%. Pada triwulan II 2013, pertumbuhan ekonomi diprakirakan tidak jauh berbeda dari triwulan sebelumnya yaitu sekitar 6,2%. Permintaan domestik masih tumbuh cukup kuat, meskipun terjadi moderasi, di tengah perbaikan pertumbuhan dari sisi eksternal. Kuatnya konsumsi swasta didukung oleh perbaikan daya beli masyarakat dan kepercayaan konsumen. Sementara itu, di tengah investasi bangunan yang tetap tumbuh kuat, investasi nonbangunan cenderung melambat. Di sisi lain, volume ekspor mengalami peningkatan sejalan dengan perbaikan ekonomi di beberapa negara mitra dagang utama, khususnya China. Masih cukup baiknya pertumbuhan ekonomi nasional juga didukung oleh pertumbuhan ekonomi daerah yang masih cukup tinggi dan semakin merata. Untuk tahun 2014, sejalan dengan permintaan domestik yang tetap kuat dan ekonomi global yang semakin baik, pertumbuhan ekonomi diprakirakan akan mencapai kisaran 6,6%-7,0%, atau lebih rendah dari prakiraan sebelumnya sekitar 6,7%-7,2%.
Di sisi eksternal, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan II 2013 diprakirakan mengalami defisit yang lebih rendah dari triwulan sebelumnya seiring membaiknya transaksi modal dan finansial (TMF). Membaiknya TMF terutama didorong oleh arus investasi portofolio, termasuk penerbitan global bond oleh Pemerintah, yang meningkat sejalan dengan masih kuatnya fundamental ekonomi Indonesia dan dampak kebijakan ekonomi global yang masih akomodatif. Namun, defisit transaksi berjalan diprakirakan meningkat terutama karena impor yang masih cukup tinggi, antara lain terkait masih tingginya konsumsi BBM (Bahan Bakar Minyak). Cadangan devisa pada akhir Maret 2013 mencapai 104,8 miliar dolar AS atau setara dengan 5,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, di atas standar kecukupan internasional.
Nilai tukar rupiah masih mengalami tekanan depresiasi pada triwulan I 2013, meskipun lebih moderat sejalan dengan berlanjutnya aliran modal masuk. Hal itu sebagai hasil dari kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai dengan kondisi fundamental, baik melalui penguatan mekanisme intervensi valas, penerapan term deposit (TD) valas maupun pendalaman pasar valas. Nilai tukar rupiah secara rata-rata melemah sebesar 0,7% (qtq) mencapai Rp9.680 per dolar AS dengan volatilitas pada triwulan I 2013 yang masih terjaga. Ke depan, dengan mempertimbangkan kondisi NPI pada triwulan II 2013, tekanan depresiasi nilai tukar rupiah diprakirakan juga akan moderat.
Gejolak harga bahan pangan mendorong tingginya inflasi IHK pada Maret 2013. Inflasi IHK Maret 2013 mencapai 0,63% (mtm) atau 5,90% (yoy) di atas rata-rata historisnya. Inflasi kelompok volatile foods tercatat sangat tinggi yaitu 2,44% (mtm) atau 14,20% (yoy), khususnya pada komoditas bawang putih, bawang merah dan cabai akibat gangguan pasokan terkait dengan kebijakan impor yang diterapkan oleh Pemerintah. Di sisi lain, inflasi inti masih stabil sebesar 4,21% (yoy) sejalan dengan ekspektasi inflasi masyarakat yang masih terjaga dan kapasitas produksi yang masih memadai. Ke depan, tekanan inflasi diharapkan mereda seiring dengan langkah-langkah Pemerintah untuk mengatasi gangguan pasokan bahan pangan dan datangnya musim panen. Langkah-langkah koordinasi melalui Tim Pengendali Inflasi (TPI) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) diperkuat untuk pengendalian inflasi baik di pusat maupun daerah.
Stabilitas sistem keuangan dan fungsi intermediasi perbankan tetap terjaga dengan baik. Kinerja industri perbankan yang solid tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang berada jauh di atas minimum 8% dan terjaganya rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%. Sementara itu, pertumbuhan kredit hingga akhir Februari 2013 mencapai 23,4% (yoy), meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Kredit modal kerja dan kredit investasi masih tumbuh cukup tinggi sebesar 24,5% (yoy) dan 25,4% (yoy). Sementara itu, kredit konsumsi tumbuh 20,3% (yoy). Ke depan, Bank Indonesia meyakini stabilitas sistem keuangan akan tetap terjaga dengan fungsi intermediasi perbankan yang akan meningkat seiring dengan peningkatan kinerja perekonomian nasional.


Sumber :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar